Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering mengangkat tangan saat berdoa. Namun bila riwayat-riwayat tersebut diperhatikan lebih teliti lagi, kita akan menemukan bahwa cara angkat tangan beliau ternyata tidak satu macam. Tergantung kondisi dan konten doanya.
Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma mengklasifikasikannya menjadi tiga,
“الْمَسْأَلَةُ أَنْ تَرْفَعَ يَدَيْكَ حَذْوَ مَنْكِبَيْكَ، أَوْ نَحْوَهُمَا، وَالِاسْتِغْفَارُ أَنْ تُشِيرَ بِأُصْبُعٍ وَاحِدَةٍ، وَالِابْتِهَالُ أَنْ تَمُدَّ يَدَيْكَ جَمِيعًا“
“Al-Mas’alah: adalah dengan mengangkat kedua tanganmu sebatas pundak atau sekitar itu. Al- Istighfar: adalah dengan satu jari yang menunjuk. Al-Ibtihal: adalah dengan menengadahkan tinggi kedua tanganmu”. HR. Abu Dawud dan dinyatakan sahih oleh adh-Dhiya’ al-Maqdisiy juga al-Albaniy.
Jenis pertama: Al-Mas’alah. Merupakan jenis yang umumnya dilakukan dalam berdoa. Bentuk ini juga yang digunakan ketika membaca doa qunut dan pada beberapa rangkaian ibadah haji. Caranya dengan membuka kedua telapak tangan dan mengangkatnya sebatas pundak. Dalam hadits disebutkan,
“إِذَا سَأَلْتُمُ اَللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلاَ تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا“
“Jika engkau meminta kepada Allah, mintalah dengan telapak tanganmu. Jangan dengan punggung tanganmu”. HR. Abu Dawud dan dinilai sahih oleh al-Albaniy.
Namun para ulama berbeda pendapat mengenai detail caranya. Sebagian mereka mengatakan bahwa kedua telapak tangan yang dibuka ditempelkan antara keduanya.
Jenis kedua: Al-Istighfar. Yaitu dengan mengangkat tangan kanan dan jari telunjuk menunjuk ke atas.
Di antara momen dipraktekkannya cara ini adalah saat khatib Jumat berdoa di akhir khutbahnya. Dari Hushain bin Abdurrahman, bahwa beliau pernah bersama Ammarah bin Ru’aibah radhiyallahu ‘anhu mengikuti jumatan. Ketika itu khatibnya adalah Bisyr bin Marwan. Pada saat berdoa, Bisyr mengangkat kedua tangannya. Spontan Ammarah berkata,
“قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ“
“Semoga Allah menghinakan kedua tangan itu. Sungguh aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa ketika berkhutbah, tidak lebih dari mengangkat tangannya seperti ini”. Lalu beliau mengacungkan jari telunjuk tangannya. HR. Muslim.
Jenis ketiga: Al-Ibtihal. Yaitu dalam momen spesial yang sangat mendesak. Caranya mengangkat kedua tangan ke atas dengan sangat tinggi hingga terlihat warna ketiak. Di antara dalil dari jenis ini adalah hadits Anas bin Malik radhiallahu ’anhu,
“كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلَّا فِي الِاسْتِسْقَاءِ، وَإِنَّهُ يَرْفَعُ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ”
“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat ketiaknya yang putih”. HR. Bukhari dan Muslim.
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 7 Sya’ban 1439 / 23 April 2018